TEKNIK BUDIDAYA ABALONE (haliotis asinina)
Seleksi Benih Siap Tebar
Benih
 merupakan salah tahap suatu kegiatan budidaya yang sangat menentukan 
keberhasilan yang akan dicapai. Kesalahan dalam memilih benih akan 
menimbulkan danpak kerugian yang besar, seperti tingginya tingkat 
kematian saat proses pemeliharaan dan lambatnya pertumbuhan. Oleh karena
 itu, seleksi benih sebelum penebaran harus dilakukan dengan tepat. 
Kriteria benih siap tebar untuk budidaya kerang abalone adalah sebagai 
berikut:
-    Ukuran benih relatif seragam yaitu 1 cm/ekor (ukuran panjang cangkang).
-    Telah mampu memanfaatkan pakan rumput laut segar sebagai makanannya, seperti Gracilaria sp atau Ulva sp.
-    Sensitif terhadap respon dari luar.
Benih kerang abalone yang sehat akan cepat merespon ransangan dari luar. Tanda-tanda yang diberikan adalah sebagai berikut:
*  kerang abalone yang cenderung melekat kuat pada substrak jika disentuh
*
 jika direndam dalam air tawar akan mengkerut dan mengeras, dan apabila 
dikembalikan ke air laut akan cepat melakukan pergerakan.
*  jika dipegang terasa kenyal dan padat serta tidak lemas.
-    Cangkang tidak pecah atau cacat.
-    Tidak terdapat luka pada bagian badan/daging.
Gambar 12. Benih kerang abalone siap tebar.
Padat Tebar dan Aklimatisasi
Daya dukung lahan sangat perlu dipertimbangkan untuk menentukan padat penebaran (stocking density)
 dan ukuran benih tebar, selain itu tingkah laku dan sifat yang dimiliki
 oleh biota juga dapat dijadikan sebagai dasar dalam penentuan padat 
tebar. Diantara sifat kerang abalone yang dapat dijadikan sebagai dasar 
penentuan padat tebar adalah pergerakan yang lanbat dan hidup menempel 
pada substrak dan tidak memerlukan areal yang luas untuk melakukan 
aktivitasnya. Hal ini sangat memungkinkan untuk penebaran tinggi. Di 
Negara Jepang, padat penebaran H. asinina ukuran 25mm 
731-1426 ekor/m2 (Singhagraiwan and Doi, 1993). Di Indonesia, Loka 
Budidaya Laut-Lombok yang memelihara kerang abalone dengan penerapan 2 
metode memiliki padat tebar dan cara aklimatisasi yang berbeda. 
Langkah
 awal sebelum penebaran adalah aklimatisasi atau penyesuaian terhadap 
lingkungan yang baru. Aklimatisasi mutlak dilakukan sebelum penebaran 
kedalam wadah budidaya. Tindakan ini dimaksudkan untuk mengurangi resiko
 kegagalan (kematian) saat awal pemeliharaan. Perubahan lingkungan 
secara tiba-tiba akan dapat menimbulkan stress pada biota, bahkan dapat 
mengakibatkan kematian. Karena itu, lakukanlah aklimatisasi terlebih 
dahulu sebelum penebaran. Tingkat padat tebar dan cara aklimatisasi pada
 ke dua metode adalah sebagai berikut:
a.        Metode Pen-culture
Pertimbangan-pertimbangan
 yang menjadi dasar dalam penentuan padat tebar pada metode pen-culture,
 selain sifat dan tingkah laku kerang abalone adalah kondisi perairan 
saat surut terendah yang dapat berlangsung beberapa saat. Pada saat 
surut, kuantitas air yang berada dalam pen-culture sangat minim serta 
kemungkinan tidak terjadi pertukaran air. Keadaan ini sangat 
mengkwatirkan jika dilakukan dalam penebaran tinggi. Oleh karena itu, 
padat tebar metode pen-culture sebaiknya berkisar antara 100-150 
ekor/m2.
Cara
 aklimatisasi pada metode ini yaitu dengan cara aklimatisasi dalam bak 
terlebih dahulu dengan mempergunakan media air dari lokasi pen-culture. 
Kantong diapungkan beberapa saat (15-20 menit), kemudian dibuka dan 
dimasukkan air perlahan-lahan. Tebar benih abalone kedalam bak selama 
20-30 menit dengan keadaan sirkulasi air.
Gambar 13. Aklimatisasi dalam bak sirkulasi.
Penebaran
 dalam pen-culture dapat dilakukan setelah kerang abalone terlihat telah
 dapat menerima kondisi linkungan yang baru, ditandai dengan gerak aktif
 kerang abalone untuk mencari tempat bersembunyi. Penebaran dilakukan 
pada saat air mulai pasang yang ditebar merata dalam pen-culture 
(dibeberapa tempat).
Gambar 14. Penebaran benih kerang abalone dalam pen-culture.
b.        Metode KJA
Berbeda
 dengan metode KJA, padat tebar bisa lebih tinggi. Tingginya padat 
penebaran pada metode ini dikarenakan sirkulasi air selalu terjamin 
setiap saat sehingga kualitas air lebih terjamin. Pada metode ini, yang 
harus dipertimbangkan selain sifat dan tingkah laku kerang abalone serta
 sirkulasi air adalah luas permukaan substrak. Hal ini erat kaitannya 
dengan penyebaran kerang abalone. Dengan percobaan yang telah dilakukan 
oleh Loka Budidaya laut-Lombok, padat tebar metode KJA sebaiknya 
berkisar antara 350-400 ekor/m2. 
Cara
 aklimatisasi di KJA dapat dilakukan dalam bak ataupun langsung didalam 
wadah pemeliharaan. Kantong yang berisi benih diapungkan dalam wadah 
pemeliharaan 15-20 menit, kantong dibuka dan dimasukkan air dari luar 
kantong secara perlaha-lahan hingga hampir penuh, balik bagian dalam 
kantong menjadi luar kantong dan biarkan benih kerang abalone lepas 
dengan sendirinya. Setelah beberapa saat, benih kerang abalone yang 
masih menempel pada kantong segera dilepas dan dimasukkan kedalam wadah 
pemeliharaan.
Gambar 15. Aklimatisasi dan penebaran benih kerang abalone di KJA
Pakan dan Pemberian Pakan
Pakan
 merupakan salah satu faktor yang paling penting dalam menunjang 
keberhasilan budidaya kerang abalone, kelangsungan hidup dan 
pertumbuhan. Ketepatan jenis pakan yang diberikan menjadi pertimbangan 
utama dalam pemberian pakan. Jenis pakan kerang abalone adalah seaweed 
yang biasa disebut makro-alga, namun tidak semua dapat dimanfaatkan 
dengan baik sebagai sumber makanan. Saat ini, pakan yang terbaik yang 
diberikan adalah Gracilaria sp yang merupakan makanan favorit untuk kerang abalone. Selain Gracilaria sp, jenis seaweed yang yang lain juga dapat diberikan, seperti Ulva
 sp. Saat pemberian pakan, perlu diperhatikan kebersihan dan kesegaran 
pakan. Hal ini bertujuan untuk menghindari adanya predator-predator yang
 terbawa dan menghindari pakan yang hampir/telah mati yang nantinya akan
 membusuk dan menimbulkan racun bagi kerang abalone.
Gambar 16. Gracilaria sp (kiri) dan Ulva sp (kanan). 
Pada
 metode pen-culture, pemberian pakan dilakukan jika ketersediaan pakan 
yang sebelumnya telah ditumbuhkan dalam wadah terlihat mulai sedikit. 
Pemberiannya dilakukan pada saat air sedang surut dengan cara 
menyelipkan antara jejeran genteng. Jumlah setiap penambahan pakan yang 
diberikan sebanyak 25-30 kg berat basah/unit pen-culture. 
Gambar 17. Penambahan pakan dalam pen-culture.
Pemberian
 pakan pada metode KJA berbeda dengan metode pen-culture. Pada metode 
KJA, frekuensi pemberian pakan dilakukan 2-3 hari sekali sebanyak             2-5kg/unit wadah. Kelebihan dalam pemberian pakan pada metode KJA akan menimbulkan bahaya yaitu matinya sebagian Gracilaria sp dalam wadah yang menimbulkan bau busuk yang kemungkinan besar mengandung bahan beracun (seperti NH3 dan H2S) yang dapat bersifat racun dan mematikan. Oleh karena itu, pengelolaan dan pengontrolan pakan harus dilakukan dengan tepat.
Gambar 18. Pemberian pakan di KJA.
Pertumbuhan, Kelangsungan Hidup dan Konversi Pakan
Kerang
 abalone adalah hewan yang sangat lambat tumbuh. Untuk mencapai ukuran 
diatas 8cm/ekor dengan berat 30-40gr/ekor, dibutuhkan masa waktu 
pemeliharaan 12-14 bulan dengan ketersediaan pakan yang selalu cukup. 
Pada awal pemeliharaan, pertumbuhan panjang cangkang sejalan dengan 
pertumbuhan berat hingga mencapai ukuran cangkang 4cm dengan berat 
11,5-13,37gr. Setelah mencapai ukuran diatas 4cm, pertumbuhan lebih 
mengarah terhadap pertumbuhan berat. Kelangsungan hidup kerang abalone 
yang dicapai dalam masa pemeliharaan 12-14 bulan sebesar 55-63%. 
Sifat kerang abalone yang sangat rakus namun lambat tumbuh mengakibatkan tingginya nilai konversi pakan (Feeding Convercation of Ratio;
 FCR) yang dapat mencapai 27-29, artinya untuk meningkatkan berat badan 
sebesar 1 gr, kerang abalone harus memakan makanan sebanyak 27-29gr.
Pengontrolan dan Pergantian waring.
Gerakan
 kerang abalone yang sangat lambat juga merupakan suatu titik kelemahan,
 yaitu mudahnya predator-predator untuk memangsanya. Dengan adanya 
tindakan pengontrolan, predator-predator dapat langsung dimusnahkan 
dengan cara pengambilan langsung dari dalam wadah budidaya.
Pada
 metode pen-culture, pengontrolan sangat sulit untuk dilakukan 
dikarenakan ketergantungan pada surutnya air laut dan desain substrak 
yang cukup sulit untuk menemukan adanya predator. Salah satu cara untuk 
mencegah adanya predator adalah desain pen-culture yang rapat sehingga 
tidak terdapat lubang/tempat masuknya predator serta melakukan 
pengontrolan secara menyeluruh setiap 3 atau 4 bulan sekali dengan cara 
membongkar susunan substrak. Hal ini juga bertujuan untuk memperbaiki 
kembali susunan substrak.
Gambar 19. Pengontrolan pada pen-culture
Dinding pen-culture yang terbuat dari waring sangat mudah kotor akibat dari sedimen yang terbawa dalam badan air serta tumbuhan biofouling
 (tumbuhan penempel) yang dapat mennganggu sirkulasi air. Selain itu, 
waring yang telah kotor akan lebih mudah sobek dikarenakan tertahannya 
arus hempasan ombak. Oleh karena itu pergantian waring perlu untuk 
dilakukan minimal 1 bulan sekali.
Pada
 metode KJA, pengontrolan terhadap predator lebih mudah untuk dilakukan.
 Pengontrolan dapat dilakukan minmal 3-4 hari sekali atau sebelum 
pemberian pakan dengan cara mengangkat wadah budidaya ke permukaan. 
Predator-predator dapat segera dimusnahkan serta kerang abalone yang 
sakit dapat dilakukan tindakan pengobatan. Untuk memperlancar sirkulasi 
air dalam wadah, pergatian wadah/waring minimal dilakukan setiap bulan. 
Hama dan Penyakit
Hama
Hama merupakan hewan pengganggu dan pemangsa dalam budidaya kerang abalone. Jenis hama yang terdapat dalam wadah budidaya kerang abalone diberdakan menjadi 3 golongan, yaitu; 1) hama pengganggu; 2) penyaing; dan 3) pemangsa/predator. Diantara ke tiga golongan hama tersebut, predator merupakan hama yang sangat berbahaya terhadap kehidupan kerang abalone. 
Gerakan
 kerang abalone yang lambat sangat memudahkan predator-predator untuk 
dapat memangsanya. Jenis predator yang sering dijumpai dalam wadah 
budidaya kerang abalone adalah kepiting-kepiting laut. Sedangkan hama
 yang lain seperti udang-udangan dan kerang-kerang laut menjadi 
pengganggu dan penyaing ruang gerak serta makanan. Contoh; teritip. 
Teritip
 harus selalu dibersihkan sebagai tindakan pencegahan akan terjadinya 
luka, karena cangkangnya yang runcing dan tajam. Teritip akan menjadi 
masalah jika terdapat dalam jumlah banyak pada substrak, selain sebagai 
penyaing oksigen juga akan menyulitkan kerang abalone untuk bergerak 
leluasa dan bahkan dapat tumbuh pada cangkang kerang abalone (Gambar 
20).
Gambar 20. Teritip yang menempel pada substrak dan cangkang.
Masuknya hama
 dapat melalui lubang-lubang yang terdapat pada wadah ataupun melalui 
makanan yang diberikan. Oleh karena itu, tindakan penanggulangan dan 
pemberantasan perlu dilakukan dengan cara sebagai berikut:
- Pakan yang diberikan harus dalam keadaan bersih dari partikel yang melekat ataupu hewan lainnya.
 - Pengontrolan dalam wadah budidaya secara kontinyu/periodik.
 - Pemusnahan hama yang ditemukan didalam maupun diluar wadah budidaya.
 - Pengontrolan terhadap keadaan wadah.
 
Penyakit
Penyakit
 merupakan suatu hal yang sangat mengkwatirkan dalam keberhasilan 
kegiatan budidaya. Penyakit pada kerang abalone akan timbul saat kondisi
 kerang abalone menurun akibat adanya perubahan suatu keadaan tertentu, 
seperti lingkungan yang kotor menyebabkan kualitas air menurun yang 
menimbulkan stress pada kerang abalone atau penanganan yang kurang 
hati-hati yang dapat menimbulkan luka. Pada keadaan seperti ini, kerang 
abalone sangat riskan terhadap serangan penyakit. 
Pada
 metode KJA, penyebab lingkungan yang kotor sering kali disebabkan oleh 
pemberian pakan yang terlalu banyak. Pakan tersebut akan membusuk jika 
tidak habis dalam waktu 3-4 hari. Oleh karena itu, pemberian pakan yang 
berlebihan harus dihindari serta kesegaran pakan yang diberikan tetap 
terjamin. 
Penyakit
 yang menyerang kerang abalone, saat masih terus di identifikasi untuk 
mengetahui penyebabnya. Salah satu gejala yang ditimbulkan adalah 
timbulnya warna merah seperti karat pada bagian selaput gonad (bagian 
bawah cangkang). Kerang abalone yang mengalami gejala ini, dalam waktu 
5-6 hari lapisan selaput akan sobek, nampak lemas dan jika dipegang 
sangat lembek (tidak dapat merespon ransangan luar) yang akhirnya 
mengalami kematian. Tindakan pencegahan yang telah dilakukan saat ini 
adalah tindakan karantina atau pemisahan pada tempat khusus sebelum 
selaput gonad sobek/terpisah dari cangkang, kemudian dilakukan tindakan 
pengobatan dengan cara pengolesan acriflavin atau betadine dalam dosis 
tinggi (500ppm) pada selaput tersebut secara kontinyu selama 3 hari. 
Tindakan ini juga dilakukan pada kerang abalone yang mengalami luka.
Gambar 21. Gejala kerang abalone yang sakit, nampak lemas (kiri), warna karat (kanan).
Oleh
 karena itu, tindakan pencegahan merupakan tindakan yang sangat tepat 
sebagai langkah awal dalam meningkatkan keberhasilan budidaya kerang 
abalone. Tindakan-tindakan pencegahan terhadap penyakit dapat dilakukan 
dalam beberapa cara, yaitu:
- Hindari pemberian pakan yang berlebih
 - Pakan yang diberikan dalam keadaan segar dan bersih.
 - Pakan yang telah rusak/busuk segera dibuang dari wadah budidaya.
 - Hindari luka akibat penanganan, baik saat pergantian wadah maupun saat melepas dari substrak serta hindari penanganan yang dapat menimbulkan stress.
 - Gunakan bahan yang elastis untuk melepas kerang abalone dari substrak.
 - Ganti wadah dan bersihkan substrak dari biota yang menempel, seperti teritip.
 - Ketersediaan pakan dalam wadah budidaya selalu tersedia dan dalam jumlah yang cukup.
 











No comments:
Post a Comment
komment disini ya..