Berbagai tumbuhan di Indonesia memiliki potensi untuk menjadi
alternatif pengganti bahan bakar minyak (BBM), bahkan sedikitnya
60 jenis tanaman telah diidentifikasi bisa menjadi alternatif
bioenergi untuk menggantikan ketergantungan terhadap minyak dan
gas.
Hal itu diungkapkan Menristek Kusmayanto Kadiman dalam seminar
nasional Pengembangan dan Pemanfaatan Jarak Pagar Sebagai
Bioenergi di Indonesia di Jakarta, Sabtu.
Seminar yang diselenggarakan Komunitas Tumbuh Bersama, BRI, BNI
dan sejumlah BUMN industri serta perusahaan swasta ini juga
mengupas potensi tanaman jarak pagar, cara budidaya dan pengolahan
buah jarak.
Menristek menyatakan, kebutuhan BBM nasional cenderung meningkat
setidaknya enam persen/tahun. Dalam beberapa tahun mendatang,
kecenderungan peningkatan kebutuhan tidak akan sebanding dengan
kemampuan produksi dan pengelolaan potensi migas nasional.
Produksi BBM nasional tahun 2004 sekitar 44,5 juta kiloliter,
sedangkan konsumsi sekitar 62,3 kiloliter. Dengan demikian
diperkirakan ada defisit sekitar 17,8 juta kiloliter yang harus
diimpor.
Potensi migas nasional cenderung berkurang dalam beberapa tahun
lagi. Pengembangan energi alternatif sangat dibutuhkan, salah
satunya adalah mengembangkan tanaman untuk dijadikan alternatif
pengganti migas.
Dari penelitian yang dilakukan, telah ditemukan 60 jenis tanaman
pangan, perkebunan dan non pangan yang berpotensi menjadi bio
energi. Untuk tanaman pangan yang bisa menjadi bioetanol, antara
lain leguminosa (kacang tanah, kedelai dan sejenisnya),
umbi-umbian (singkong, ubi jalar dan sejenis), serta biji-bijian
(jagung, tan, serealia, dan bunga matahari).
Tanaman perkebunan yang bisa menjadi biodiesel dan bioetanol,
yaitu jenis palma seperti kelapa, kelapa sawit, sagu serta
berbagai tanaman berjenis tebu. Tanaman non pangan yang potensial
menjadi biodiesel, antara lain jarak pagar, jarak kepyar dan kapuk
randu.
Jika untuk satu jenis tamanan bioenergi mampu menjadi subtitusi
lima persen saja kebutuhan BBM, maka akan terjadi penghematan
sekitar dua juta kiloliter atau setara dengan Rp. 9 triliun.
Aspek positifnya, membuka lapangan kerja dan lapangan usaha bagi
masyarakat untuk mengembangkan tanaman yang berpotensi menjadi
subtitusi BBM.
Pihaknya bersama instansi terkait termasuk BPPT dan LIPI terus
mengembangkan tanaman-tanaman yang berpotensi menjadi subtitusi
BBM, terutama jarak. Pengembangan juga melibatkan
kelompok-kelompok masyarakat dan perguruan tinggi. Satu hektare
lahan membutuhkan 2.500 biji jarak sebagai bibit.
Menristek juga menjelaskan mengenai biodisel (methyl ester). Bahan
ini adalah bahan cair yang diformulasikan khusus untuk mesin
disel, terbuat dari minyak nabati (bio oil) tanpa perlu modifikasi
mesin. Pemakaian bio diesel dapat digunakan 100 persen maupun
sebagai bahan subtitusi pada petrodiesel.
Keuntungan biodiesel memiliki efek pelumasan terhadap mesin,
menurunkan koefisien gesek pompa dan melindungi cam-profile pompa.
Mengurangi emisi karbon (CO), PM dan free sulfur. Penanganan dan
penyimpanan lebih mudah, aman dan tidak beracun .
Khusus biodiesel minyak sawit (CPO) memiliki keunggulan bahan baku
tersedia secara komersial, produksi tahun 2003 sebanyak 10,68 juta
ton dengan jumlah yang diekspor 5,32 juta ton. Produksi tahun 2010
diperkirakan 17,5 juta ton.
Kelapa sawit sangat potensial untuk dikembangkan lebih lanjut
karena bank, sumber daya manusia, lahan dan teknologi telah siap.
Hanya saja minyak sawit merupakan minyak yang dapat dimakan
(menjadi kebutuhan sehari-hari) sehingga biodiesel harus bersaing
dengan pangan. Cloud point CPO berkisar 12-14 Celsius sehingga
hanya dapat digunakan di daerah tropis
No comments:
Post a Comment
komment disini ya..