I. PENDAHULUAN
Di Indonesia, pisang
menduduki tempat pertama diantara jenis buah-buahan lainnya, baik dari sisi
sebaran, luas pertanaman, maupun dari sisi produksinya. Namun demikian, secara
umum produktivitas pisang yang dikembangkan masyarakat masih sangat rendah,
yaitu hanya sekitar 10-15 ton/ha. Padahal, potensi produktivitasnya bisa
mencapai 35-40 ton/ha. Kesenjangan produktivitas tersebut terutama disebabkan
karena teknik budidaya yang tidak tepat dan tingginya gangguan hama dan penyakit, terutama oleh serangan dua
penyakit paling berbahaya dan mematikan, yaitu layu bakteri atau penyakit darah
dan penyakit layu fusarium.
Peluang pengembangan agribisnis komoditas pisang masih
terbuka luas. Untuk keberhasilan usahatani pisang, selain penerapan teknologi,
penggunaan varietas unggul dan perbaikan varietas harus dilaksanakan. Varietas
unggul yang dimaksud adalah varietas yang toleran atau tahan terhadap hama dan penyakit penting
pisang, mampu berproduksi tinggi, serta mempunyai kualitas buah yang bagus dan
disukai masyarakat luas.
II. SYARAT TUMBUH
Tanaman pisang dapat
tumbuh di daerah tropis, baik dataran rendah maupun dataran tinggi dengan
ketinggian tidak lebih dari 1.600 m di atas permukaan laut (dpl). Suhu optimum
untuk pertumbuhan adalah 27°C, dan suhu maksimumnya 38°C, dengan keasaman tanah
(pH) 4,5-7,5. Curah hujan yang optimum untuk pertumbuhan tanaman pisang
berkisar antara 2000-2500 mm/tahun atau paling baik 100 mm/bulan. Apabila suatu
daerah mempunyai bulan kering berturut-turut melebihi 3 bulan, maka tanaman
pisang memerlukan tambahan pengairan agar dapat tumbuh dan berproduksi dengan
baik.
III. TEKNOLOGI BUDIDAYA
3.1. Pembibitan
Salah satu faktor yang
menentukan keberhasilan usahatani pisang adalah tersedianya bibit yang
berkualitas, yaitu bibit yang bebas hama
dan penyakit, serta sehat. Selain itu, jumlahnya harus cukup dan jenis
pisangnya sesuai dengan yang diinginkan.
Untuk menyediakan bibit pisang, dapat memanfaatkan rumpun
pisang yang sehat. Bibit bisa diperoleh dari tunas, anakan, bonggol, dan bit
yang diperbanyak secara tradisional maupun kultur jaringan. Teknologi
pembibitan dengan kultur jaringan memerlukan biaya investasi awal yang besar,
sehingga pembibitan secara sederhana dipandang masih layak untuk diterapkan.
Ada
tiga macam cara perbanyakan bibit pisang secara sederhana, yaitu :
1. Perbanyakan dengan anakan
a. Bibit
ini berasal dari pemisahan anakan untuk langsung ditanam di kebun. Bahan yang
paling baik digunakan adalah anakan
pedang (tinggi 41-100 cm), daunnya berbentuk seperti pedang dengan ujung
runcing. Anakan rebung (24-40 cm)
kurang baik jika ditanam langsung, karena bonggolnya masih lunak dan belum
berdaun, sehingga mudah mengalami kekeringan. Sedangkan anakan dewasa (tinggi > 100 cm) terlalu berat dalam pengangkutan
dan kurang tahan terhadap cekaman lingkungan, karena telah memiliki daun
sempurna.
b.
Bibit anakan setelah dipisahkan harus langsung
ditanam. Jika terlambat akan meningkatkan serangan hama penggerek dan kematian di kebun. Apabila
pada saat tanam kekurangan air dalam waktu yang cukup lama, bibit akan layu dan
mati bagian batangnya, tetapi bonggol yang tertimbun dalam tanah masih mampu
untuk tumbuh dan memulai pertumbuhannya kembali, membentuk bonggol baru di atas
bonggol yang lama.
c.
Untuk menghindari kejadian tersebut, sebelum
menanam, anakan dipotong 5 cm di atas leher bonggol dan cara menanamnya
ditimbun 5 cm di bawah permukaan tanah.
2.
Perbanyakan dari bit anakan/mini bit
Bahan yang digunakan adalah anakan pisang yang
berdiameter 7-12 cm atau tingginya 40-150 cm (anakan pedang sampai anakan
dewasa). Cara membuatnya adalah sebagai berikut :
a.
Pemisahan anakan dari rumpun dilakukan dengan
hati-hati menggunakan linggis, sehingga kondisi bonggol masih utuh.
b.
Bonggol dibersihkan dari akar dan tanah yang
menempel, kemudian dipotong 1 cm di atas leher bonggol. Titik tumbuh di pusat
bonggol dikorek dengan lebar dan dalam ± 3 cm menggunakan pisau yang runcing
dan bersih.
c.
Rendam dalam air hangat dengan suhu 55°C yang
telah dicampur fungisida dengan dosis 2 gr/liter air selama 15 menit, kemudian
ditiriskan. Untuk menghindari serangan hama
pada saat perendaman, dapat juga disertai pemberian insektisida sesuai dosis
yang dianjurkan.
d.
Untuk merangsang munculnya tunas, bonggol
disemai dalam bedengan, disusun secara berjajar dengan bagian titik tumbuh
tetap mengarah ke atas. Masing-masing bonggol diberi jarak 5 cm, kemudian
ditimbun dengan campuran tanah, pasir, dan pupuk kandang setebal ± 5 cm.
Penimbunan dilakukan selama 3-5 minggu atau sampai tumbuh tunasnya. Selama penimbunan,
perlu dijaga kelembabannya dengan penyiraman setiap hari, terutama bila tidak
ada hujan.
e.
Bila tunas telah tumbuh dan telah mempunyai 1-2
lembar daun, bonggol diangkat dari timbunan, kemudian dibelah searah membujur
dari permukaan atas bonggol sampai dasar sebanyak tunas yang tumbuh. Bila bonggol terlalu besar dapat dikurangi dengan
menipiskan potongan di kiri dan kanan tunas.
f.
Tunas
hasil belahan (bit) disemai di polybag ukuran 20 cm x 30 cm, yang berisi media
tanam campuran tanah dan pupuk kandang (1:1), kemudian diletakkan di tempat
teduh/naungan.
g.
Setelah
berumur 1 bulan, bibit dipindahkan ke tempat terbuka, dan siap ditanam di
lapang setelah bibit berumur 2 bulan.
h.
Perawatan yang utama adalah penyiraman untuk
menjaga kelembaban tanah. Pemupukan
dilakukan 2 minggu sekali dengan menggunakan Urea 2 gr/liter air dengan cara
dikocor.
3. Bonggol dari tanaman yang sudah dipanen
a.
Bonggol
diangkat dari tanah dengan hati-hati agar mata tunas tidak rusak. Kemudian
dibersihkan dari akar dan tanah yang menempel.
b.
Bonggol kemudian dipotong dengan ukuran 10 cm x
10 cm menurut jumlah mata tunas. Kemudian direndam dalam air hangat dengan suhu 55°C yang telah dicampur
fungisida dengan dosis 2 gr/liter air selama 15 menit, kemudian ditiriskan.
c.
Bit setelah ditiriskan kemudian ditanam di
polybag ukuran 20 cm x 30 cm yang berisi media tanah dan pupuk kandang 1:1.
Setelah ditanam, benih diletakkan di tempat teduh/naungan selama 1 bulan, dan
pada bulan kedua diletakkan di tempat terbuka.
d.
Perawatan yang diperlukan adalah penyiraman
untuk menjaga kelembaban tanah. Pemupukan dapat diberikan melalui pengocoran
larutan pupuk Urea dengan konsentrasi 2 gr/liter air setiap 2 minggu.
e.
Bibit ditanam di kebun pada umur 3-4 bulan
setelah semai.
3.2. Persiapan
Lahan
Lahan
dibersihkan dari sisa tanaman, kemudian siapkan lubang tanam ukuran 50 cm x 50
cm x 50 cm, sekitar 2 minggu hingga 1 bulan sebelum tanam. Tanah lapisan atas
dipisah dengan tanah lapisan bawah. Penutupan lubang tanam dilakukan dengan
memasukkan tanah lapisan bawah terlebih dahulu.
3.3. Waktu
Tanam
Menanam
pisang sebaiknya dilakukan pada awal musim hujan, agar terhindar dari
kekeringan pada awal pertumbuhan dan buah sudah siap dipanen pada saat masuk
musim kemarau.
Idealnya, untuk mendapatkan produksi
dan kualitas buah yang baik, penanaman pisang dilakukan 2 tahap (setahun 2
kali) dengan selisih penanaman 6 bulan. Penanaman pertama menggunakan jarak
tanam yang lebar (misalnya 4 m x 4 m), kemudian penanaman tahap kedua dilakukan
diantara jarak tanam yang telah ditanam. Hal ini bertujuan untuk dapat mengatur
waktu panen dan pembongkaran tanaman pada tahun ke-5, 9, 13, dan 17 yang
memungkinkan masih adanya panen karena penanaman yang tidak serempak.
3.4. Penanaman
Bila hujan telah turun dengan teratur, lakukan penanaman.
Sebaiknya penanaman dilakukan pada sore hari agar bibit mendapatkan udara yang
sejuk dan tidak langsung mendapatkan cahaya matahari. Lubang tanam yang telah
ditimbun, digali seluas gumpalan tanah yang menutup media bibit pisang. Buka
polybag bagian bawah, setelah itu bagian samping secara hati-hati. Letakkan bibit
pisang secara tegak lurus. Tutup lubang tanam dengan tanah galian dan tekan
sedikit disamping tanah bekas polybag, selanjutnya siram bibit secukupnya.
Jarak
tanam sesuai dengan jenis pisang. Untuk jenis pisang Bas dan Barangan, jarak
tanam yang digunakan adalah 2 m x 2 m. Untuk jenis pisang Ambon, Cavendish,
Raja Sereh, dan Raja Nangka jarak tanam yang digunakan adalah 3 m x 3 m. Jenis
pisang Kepok dan Tanduk menggunakan jarak tanam 3 m x 3 m atau 3 m x 3,5 m.
Pemberian pupuk kandang pada lubang tanam dilakukan 1-2 minggu sebelum tanam.
3.5. Pemupukan
Sebelum penanaman, lubang tanam diberi pupuk kandang
sebanyak 10 kg/lubang, dan dibiarkan selama 1-2 minggu. Pupuk kimia yang
diberikan meliputi 350 kg Urea, 150 kg SP36, dan 150 kg KCl per hektar per
tahun, atau 0,233kg Urea, 0,10 kg SP36, dan 0,10 kg KCl per tanaman. Untuk
tanaman yang baru ditanam, pemupukan dilakukan sebanyak 3 kali, yaitu ¼ bagian
saat tanam dan sisanya dibagi 2, yaitu pada umur 3 bulan dan 6 bulan. Pupuk
diletakkan pada alur dangkal berjarak 60-70 cm dari tanaman, dan ditutup tanah.
Sedangkan untuk tanaman berumur 1 tahun atau lebih, pupuk diberikan 2 kali,
yaitu pada awal musim hujan dan menjelang akhir musim hujan.
3.6. Pemberian
Agensia Hayati Antagonis
Untuk
pencegahan terhadap serangan penyakit layu, terutama yang disebabkan oleh jamur
Fusarium, tanaman pisang dapat diberi agensia hayati, seperti Trichoderma sp dan Gliocladium sp. Cara pengembangannya yaitu 250 g agensia hayati
(misal : Gliokompos) dicampur dengan 25 kg pupuk kandang mentah, diaduk hingga
merata. Dibiarkan selama 10-15 hari di udara terbuka, dan tiap hari diaduk agar
udara dapat masuk ke bagian dalam tumpukan pupuk kandang. Untuk pengembangan
selanjutnya, campuran yang telah dibuat dapat dicampur lagi dengan pupuk
kandang sebanyak 500 kg dan dibiarkan selama 2 minggu hingga 1 bulan di tempat
teduh dalam keadaan lembab.
Pemberian di lapangan disesuaikan
dengan dosis pupuk kandang, yaitu 10 kg/lubang tanam dicampur dengan tanah
bekas galian lubang. Pemberian selanjutnya dilakukan pada saat tanaman berumur
3 dan 6 bulan, dengan cara menaburkannya di sekitar tanaman, dengan dosis 0,5
kg/tanaman.
3.7. Pemangkasan
Pemangkasan
daun yang kering bertujuan untuk pencegahan penularan penyakit, mencegah
daun-daun yang tua menutupi anakan, dan melindungi buah dari goresan daun. Pada
saat pembungaan, setidaknya ada 6-8 daun sehat agar perkembangan buah menjadi
maksimal. Setelah pemangkasan bunga jantan, sebaiknya tidak dilakukan
pemangkasan daun lagi. Daun bekas pemangkasan dari tanaman sakit dikumpulkan
dan dibakar. Selanjutnya alat pemangkas disterilkan dengan desinfektan,
misalnya menggunakan Bayclean atau alkohol.
3.8. Penyiangan
Pengendalian
gulma secara mekanis terutama dilakukan pada saat tanaman berumur 1 sampai 5
bulan. Setelah berumur 5 bulan, pengendalian dapat dikurangi karena kanopi
tanaman dapat menekan pertumbuhan gulma. Pada
saat tersebut, pengendalian gulma dapat dilakukan dengan menggunakan herbisida.
Penyiangan dilakukan dengan selang waktu 2-3 bulan.
Pada
daerah yang pernah terserang penyakit layu, penyiangan dianjurkan menggunakan
herbisida dan tidak dianjurkan menggunakan cangkul atau kored, untuk mencegah
penularan penyakit karena kontak dengan alat.
3.9. Penjarangan Anakan
Penjarangan anakan dilakukan dengan tujuan untuk
mengurangi jumlah anakan, menjaga jarak tanam, dan menjaga agar produksi tidak
menurun. Penjarangan anakan dilakukan dengan memelihara 1 tanaman induk (umur 9
bulan), 1 anakan (umur 7 bulan), dan 1 anakan muda (umur 3 bulan), dilakukan
rutin setiap 6-8 minggu. Anakan yang dipilih atau disisakan adalah anakan yang
terletak pada tempat yang terbuka dan yang terletak diseberangnya.
3.10. Perawatan
Tandan
Perawatan
tandan dilakukan dengan membersihkan daun di sekitar tandan, terutama daun yang
sudah kering. Selain itu, membuang buah pisang yang tidak sempurna, yang
biasanya pada 1-2 sisir terakhir, dan diikuti dengan pemotongan bunga jantan,
agar buah yang berada di atasnya dapat tumbuh dengan baik. Buah juga perlu dibungkus/dikerodong
dengan kantong plastik warna biru ukuran 1 m x 45 cm. Hal ini dilakukan untuk
melindungi buah dari kerusakan oleh serangga atau karena gesekan daun. Setelah
dibungkus, tandan yang mempunyai masa pembuahan yang sama dapat diberi tanda
(misalnya dengan tali rafia warna yang sama). Hal ini untuk menentukan waktu
panen yang tepat, sehingga umur dan ukuran buah dapat seragam.
No comments:
Post a Comment
komment disini ya..