Daun tembakau yang kerap diidentikkan dengan rokok ternyata dapat 
dimanfaatkan bagi kesehatan manusia. Menurut penelitian, tembakau bisa 
digunakan sebagai reaktor penghasil protein Growth Colony Stimulating 
Factor (GCSF), suatu hormon yang sangat penting dalam menstimulasi 
produksi darah.
”Pada dasarnya saya mencoba untuk menghasilkan protein pencetus 
(GCSF) dengan menggunakan tanaman tembakau (Nicotiana spp L). Tembakau 
yang diambil adalah tembakau lokal dari varietas yang paling sesuai, 
yaitu genjah kenongo, dari total 20 varietas lokal saya teliti,” ujar 
peneliti dari Pusat Penelitian Bioteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan 
Indonesia (LIPI), Dr Arief Budi Witarto M Eng.
Penelitian Arief dilakukan dengan beberapa ilmuwan dari Jerman. Dia 
mengungkapkan, selama ini varietas tembakau yang banyak digunakan di 
luar negeri adalah varietas seperti Havana.
”Ini varietas tembakau yang digunakan untuk cerutu, tapi di luar itu saya juga mencoba dengan varietas lokal,” jelasnya.
Menurut Arief, ia sudah mengumpulkan hampir 20 jenis varietas lokal 
seperti dari Temanggung dan lain sebagainya. Hasil penelitian 
menunjukkan, varietas lokal itu tingkat produktivitasnya lebih tinggi.
”Jadi tingkat produksi proteinnya dua hingga tiga kali lipat,” terangnya.
Tentang khasiat daun tembakau, Arief menyatakan, protein dibuat oleh 
DNA dalam tubuh. Jika DNA dalam tubuh dipindahkan ke tembakau melalui 
bakteri, maka saat masuk kemudian tumbuhan itu akan membuat protein 
sesuai DNA yang telah dimasukkan tersebut. Kemudian, jika tumbuhan itu 
dipanen, maka akan didapatkan protein.
”Protein inilah yang bisa dipakai sebagai protein antikanker,” jelasnya.
Selain untuk protein antikanker, kata Arief, GSCF bisa juga untuk 
menstimulasi perbanyakan sel tunas (stem cell) yang bisa dikembangkan 
untuk memulihkan jaringan fungsi tubuh yang sudah rusak. Lebih jauh 
Arief menjelaskan, di bidang kedokteran terdapat produk-produk farmasi 
yang sekarang ini banyak digunakan, yaitu obat maupun vaksin yang 
berbentuk protein.
”Dalam kegiatan penelitian ini saya mencoba hal yang baru yaitu menggunakan tanaman sebagai media produksinya,” cetusnya.
Arief melanjutkan, dia lebih memilih tanaman lokal karena Indonesia 
adalah negara tropis yang masih disebut-sebut bersifat agraris. 
Sehingga, jika disinergikan dengan pertanian hal tersebut lebih cocok.
”Dari sudut ilmiah itu juga ada pemaparan bahwa dengan menggunakan 
tanaman biaya produksi lebih murah per sepuluh hingga per seratus,” 
jelasnya.
Kemudian, Arief memberi syarat, tanamanan yang dipilih haruslah 
tanaman yang budidaya yang dalam waktu singkat bisa panen. Syarat kedua 
adalah tanaman harus memiliki produksi biomassa, baik umbi atau daun 
yang lebih besar sehingga efisien. ”Nah, yang ketiga saya kira sekarang 
dengan adanya bioenergi ini, sebaiknya bukan tanaman pangan,” tegasnya.
Jadi, lanjut Arief, tembakau yang digunakan sebenarnya bukan tanaman 
tembakau seperti yang ada di pertanian yang bisa langsung dipakai. 
”Karena, ini produknya protein yang jadi obat, maka harus disisipkan ke 
dalam tembakau itu,” cetusnya.
Dengan demikian, kata Arief, nanti tembakaunya akan memproduksi protein yang dikode dengan DNA itu.
Dengan demikian, kata Arief, nanti tembakaunya akan memproduksi protein yang dikode dengan DNA itu.
Setelah itu, konsepnya sama dengan cara yang biasa. ”Kalau di sini 
tanamannya kita tanam lalu nanti dari daunnya kita ekstrak sehingga kita
 dapat protein yang murni dan sudah bebas dari zat berbahaya yang ada di
 daun tembakau seperti nikotin,” jelasnya.
Arief yang terpilih sebagai penerima penghargaan 
Fraunhofer-DAAD-Award 2007 dari Jerman untuk riset tentang tembakau 
molecular farming berharap, hasil penelitiannya dapat digunakan sebagai 
alternatif dari banyak petani yang khawatir dengan fatwa MUI tentang 
larangan merokok.
”Saya sendiri merasa senang, karena sebenarnya ketika memulai 
penelitian ini saya tidak memikir sampai ke arah sana, karena waktu itu 
belum ada, jadi mungkin ini efek sosialnya
No comments:
Post a Comment
komment disini ya..