Teknologi Informasi dan komunikasi di bidang pertanian sangat
penting, contohnya saja pada saat penyuluhan. Seperti dengan
dilengkapinya akses internet di Balai Penyuluhan Pertanian, hal ini akan
memudahakan petani memperoleh informasi berupa inovasi teknologi dan
kelembagan yang dibutuhkannya dalam mengupayakan kesejahteraan
masyarakat tani yang menjadi tugas pokok, fungsinya serta tanggung
jawabnya.
Saya mengambil contoh dari salah satu artikel tentang sistem
informasi penyuluhan yang ada di Jepang dan di Indonesia oleh :
Kamaruddin AS dan Mansur Azis.
Teknologi Informasi Penyuluhan di Jepang
Penyuluhan Petanian di Jepang (meliputi Pertanian, Perikanan dan
Kehutanan) berawal pada tahun 1948 dengan tujuan utama mengembangkan
difusi inovasi teknologi yang diperoleh dari Lembaga Penelitian
Pertanian untuk diteruskan kepada para petani agar mengadopsi dan
mengadaptasikannya pada kondisi usahatani yang nyata pada
wilayah-wilayah pengembangan pertanina. Tujuan penyuluhan terfokus pada
penerapan inovasi teknologi guna meningkatkan ketersediaan pangan dalam
jangka panjang ke depan menyusul kekalahan negaranya dalam Perang Dunia
ke-2.
Kini kegiatan penyuluhan lebih diperluas, mencakup subsektor
pendukungnya berupa teknologi maju, pengelolaan kesuburan tanah,
pemenuhan kebutuhan finansial usahatani dan lainnya. Berkaitan dengan
keterbatasan personalia Penyuluh Pertanian dan keterbatasan finansial
pemerintah pusat dan wilayah (perfecture), maka kini di Jepang
formulasi penyebaran informasi sebagai promosi, mengawali kegiatan
penyuluhan dan komunikasi inovasi teknologi, bertumpu pada penggunaan
komputer dan teknologi informasi yang lebih efektif dan efisien. Materi
informasinya bukan hanya inovasi teknologi, tetapi juga inovasi
kelembagaan, metode penyelenggaraan peenyuluhan, serta ilmu pengetahuan
dan teknologi lainnya. Pemeran utama dalam hal ini justru bukan semata
dari kelembagaan Pemerintah Jepang, melainkan juga dari Organisasi Non
Pemerintah yaitu Asosiasi Pembangunan dan Penyuluhan Pertaninan Jepang (Japan Agricultural Development and Extension Assosiation).
Assosisasi ini telah membangun suatu sistem pertukaran informasi
diantara para Pemandu Penyuluhan Pertanian pada setiap wilayah
pengembangan, dengan materi kumpulan kasus-kasus Penyuluhan Pertanian
yang berbasis pada Programa Penyuluhan, informasi tentang Metode
Penyuluhan, informasi teknis komoditas yang dikembangkan para petani,
dan informasi tentang temuan inovasi teknologi oleh Lembaga Penelitian
Pertanian.
Dengan perangkat teknologi informasi, para Pemandu Penyuluhan
petanian dapat dengan cepat mempertukarkan informasi spesfik lokasi ke
wilayah pengembangan lainnya. Perangkat yang digunakan berkembang
seiring waktu. Jika pada tahun 1975 sebagai, awal penerapannya
menggunakan “Surat Berantai” (Snail Letter), maka pada tahun
1985 beralih dengan menggalakkan penggunaan faximili, dan pada tahun
1990 diramaikan dengan penggunaan jaringan komunikasi personal yang
diberi nama : Nilai Tambah Jaringan Kerja Penyuluhan (Fukyu/Extemion Value Added).
Jaringan komunikasi yang paling populer diterapkan pada tahun 2000
sampai saat ini, sistem diberi nama Jaringan Kerja Informasi Penyuluhan (Extension Information Network) atau isingkat El-Net, dipadukan dengan internet, home page, dan dioperasikan oleh Pusat Teknologi Informasi Jepang.
Dipihak lain pemerintah berperan menggerakkan Penyuluhan Pertanian
untuk masyarakat tani dan publik lainnya dengan pelayanan gratis karena
biaya yang diperlukan sudah termasuk pembiayaan pemerintah. Dengan
sistem penyuluhan demikian itu, lembaga Kerjasama Pelayanan Penyuluhan (Cooperative Extension Services) menyelenggarakan penyuluhan dengan dukungan fiansial pemerintah pusat dan wilayah (perfecture).
Di Jepang pada tahun 2005 yang lalu terdapat sekitar 9.000 Penyuluh
Pertanian yang bekerja pada 450 Pusat Penyuluhan Pertanian, tersebar
pada wilayah pemerintahan (Perfecture) dan bersinergi dengan Lembaga penelitian Pertanian wilayah setempat.
Karakteristik pemanfaatan Teknologi Informasi di Jepang, didominasi
oleh Lembaga Jaringan Kerja Informasi Pertanian yang bernaung di bawahy
Assosiasi Pembangunan dan Penyuluhan Pertanian Jepang, menempatkan
Pemandu Penyuluhan Wilayah sebagai sasarannya. Jaringannya bersifatnya
tertutup, ruang lingkup seluruh Jepang, dan melibatkan banyak pihak,
yakni (i) Departemen Pertanian, Perikanan dan Kehutanan, (ii) Pemerintah
Wilayah (Perfecture), (iii) Pusat-pusat Penyuluhan, (iv) Lembaga
Penelitian Pertanian Nasional, dan (v) Perusahaan publik. Selain lembaga
tersebut diatas, dijumpai pula Jaringan Kerja Lokal yang bersifat
tertutup, dioperasikan oleh pemerintah wilayah dan Pusat Penyuluhan
Petanian dengan sasaran utama para petani , melibatkan lembaga
pemerintahan wilayah, pusatpusat penyuluhan, lembaga penelitian
pertanian wilaya, dan koperasi pertanian serta petani, dengan ruang
lingkupnya wilayah. Adapun Home page, jaringan teknologi informasi yang
bersifat umum, terbuka dan dapat diakses semua pihak, termasuk petani
dan konsumen pertanian, melengkapi jaringan teknologi informasi lainnya.
Bagaimana dengan Penyuluhan di Indonesia?
Penyuluhan Pertanian di Era Kemerdekaan Indonesia saat ini terpaut 20
tahun ke belakang dari segi waktu dengan Penyuluhan Pertanian di
Jepang, namun dengan kondisi yang berbeda yakni Jepang baru saja kalah
perang versus Indonesia yang baru merdeka. Penyuluhan mulai
diintensifkan sejak awal tahun 1970-an, dengan pendekatan terpadu
penyediaan sarana pendukung, pengiolahan dan pemasaran hasil, serta
dukungan finansial di satu sisi, dan menarik dukungan struktur pedesaan
progresif di sisi lainnya. Pandekatan ini lazim disebut dengan Bimbingan
Massal (Bimas) yang disempurnakan dengan Wilayah Unit Desa (Wilud),
mengacu kepada Grand Teori A. T. Mosher tentang Pembangunan Pertanian.
Perangkat kelembagaanya kemudian lebih disempurnakan dengan lahirnya
dan berperannya organisasi dan kelembagaan Balai Penyuluhan Pertanian
pada tahun1977 (efektif tahun 1978) yang berbasisi secara
lokal/kecamatan pada setiap Kabupaten/Kota, dan Balai Informasi
Pertanian (BIP) yang keberadaannya melayani informasi inovasi teknologi
pertanian pada wilayah propinsi. BPP sebagai home basenya
Penyuluh Pertanian, sebagai konsumen informasi, dan BIP sebagai produsen
dan pelayan informasi. Peran optimal Penyuluhan Petanian dan perangkat
pendukungnya diyakini banyak pakar pertanian telah menyumbang 60%
pencapaian swasembada beras kita pada tahun 1984 yang lalu.
Kini di Era Komunikasi Global dimana perangkat Teknologi Informasi
berupa internet yang semarak dengan penyelenggara komersial berupa
Warung Internet (Warnet), bukan lagi barang asing. Terlebih lagi,
perangkat Teknologi Informasi pada tingkat Departemen Pertanian, Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Balai-Balai Penelitian dan
Pengembangan Komoditas Pertanian sebagai penghasil inovasi teknologi
pertanian, juga telah memadai. Di tingkat wilayah saat ini terdapat 30
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP), perangkat organisasi Badan
Litabang Pertanian yang mengakuisisi peran Balai Informasi Pertanian
tempo dulu, berperan sebagai penghasil Teknologi Tepat Guna Spesifik
Lokasi, sekaligus memberikan contoh diseminasinya, kini juga dilengkapi
dengan perangkat Teknologi Informasi.
Dengan demikian, perangkat pemerintah pusat dan sumber-sumber inovasi
teknlogi, termasuk perangkatnya di wilayah pengembangan pertanian
nampaknya siap berperan tanpa hambatan (contoh terbaru lahirnya Website Prima
Tani). Karena itu, saatnya perhatian dan upaya penyediaan perangkat
Teknologi Informasi diarahkan kepada pengguna inovasi teknologi secara
lokal kabupaten dan Balai Penyuluhan Pertanian (BPP), yang bersentuhan
langsung dengan berjuta petani yang haus akan inovasi teknologi dan
rekayasa kelembagaan pedesaan progresif, melengkapi sistem, media dan
metode penyuluhan konvensional kita saat ini yang sedang bergelut dengan
peningkatan kinerjanya.
Dilihat dari contoh artikel diatas pastinya terdapat perbedaan
antara system informasi di Jepang dan Indonesia. Di Jepang sudah pasti
terlebih dahulu melakukan penyuluhan pertanian serta teknologi dan
inovasi-inovasi yang lebih maju dibanding Indonesia. Akan tetapi
Indonesia bukan tidak mementingkan hal ini karena sadarnya akan
pentingnya teknologi informasi dan komunikasi dalam pertanian, maka
sudah banyak berkembang teknologi informasi dalam pertanian seperti yang
diuraikan pada artikel diatas. Tetapi sayangnya teknologi pertanian ini
belum seutuhnya merata ke petani-petani kecil yang sebenarnya sangat
begitu membutuhkan agar lebih bisa berpikir maju dan modern. Sehingga
dalam pengembangan usaha tani bisa jauh lebih baik contohnya saja dengan
agribisnis, dimana petani bisa sekaligus menjadi entrepreneur atau
wirausaha. Petani tidak buta dengan bisnis pertanian dan tidak dibodohi
oleh orang-orang yang mengambil keuntungan dari keterbelakangan petani
itu sendiri dalam hal bisnis. Dengan masuknya teknologi serta
inovasi-inovasi dalam pertanian diharapkan petani pun tidak lagi identik
dengan kemiskinan dan kebodohan akan tetapi petani identik dengan
pintar, kaya dan bisa menjadi pekerjaan yang sangat dihargai oleh
seluruh aspek masyarakat.
No comments:
Post a Comment
komment disini ya..